Bagaimana Yorushika Bisa Menuju Puncak Kepopulerannya?

Haris N
6 min readJul 26, 2020

--

Perpaduan dari kedua insan yang memiliki latar belakang yang berbeda, namun pada akhirnya mereka dipersatukan oleh sebuah band yang kini membawa namanya melejit.

Sebelum itu, kita patut tahu bahwa ketika belum terbentuknya Yorushika, n-buna berkecimpung di dunia Vocaloid. Perubahan arah dalam suaranya ini adalah sesuatu yang benar-benar kita dapat lihat pada awal album terakhirnya sebagai Vocaloid dengan sebuah lagu berjudul “Tsuki wo Aruite Iru” yang dirilis tahun 2016 dibandingkan dengan lagu berjudul “Hana to Mizuame, Saishuu Densha” di tahun 2015. Pada kedua album ini misalnya, diisi dengan melodi piano sederhana yang nantinya akan menjadi inti dari nada dasar di Yorushika. Demikian pula dalam single utama dari album ini seperti “Snow White” dan “Flowers, Made to Fall” memiliki fokus yang jauh lebih tinggi pada penggambaran atmosfer atau suasana dalam lagunya dan membiarkan vokal mendominasi ketimbang melodi lagu itu sendiri.

Sampul album “Tsuki wo Aruite Iru”, sebuah single vocaloid yang diproduksi oleh n-buna.

Ketika ia bertemu dengan Suis di tahun yang sama, ciri khas dari Vocaloid di mana ia menaruh melodi dengan unsur elektronik seketika hilang tak berbekas. Jika dibandingkan pun, tidak bisa kita menilai bahwa n-buna saat mendalami Vocaloid lebih buruk atau baik dibandingkan saat berada di Yorushika. Ibarat seperti membandingkan Kenshi Yonezu sekarang dengan saat ia menyandang nama Hachi di Vocaloid.

Tentunya terdapat beberapa ketentuan dan keindahan khusus yang diusung oleh suara asli manusia yang sukar sekali dicapai oleh Vocaloid, salah satunya adalah penguasaan rasa yang dituangkan ke lirik. Dengan bertemu Suis, seharusnya n-buna bisa mencapai tujuannya dengan mudah. Sebagai contoh buktinya, lagu “Itte” meraih kepopulerannya menjadi video musik yang paling banyak ditonton. Riff gitar mudah menempel di telinga. Alunan lonceng yang tiba-tiba berbunyi saat chorus, bisa dikatakan, memikat. Liriknya pun bak ditulis seolah sebagai pantun yang berima. Namun, tak hanya dari komposisi yang dituangkan n-buna saja dalam menulis dan membuat nada lagunya, sebagiannya lagi adalah pada Suis. Suis tahu bagaimana ia menaruh perasaan di setiap kalimatnya. Belum lagi, caranya mengucap kata dengan berbisik selama pra-chorus dan langsung kembali normal beberapa saat setelahnya.

Tangkapan layar dari video musik “Itte” Yorushika. Sumber: sketchfab.com

Yang membuatnya unik dan nyaris sempurna bukan terletak pada hal-hal di atas, justru karena terdapat beberapa detail yang Suis berikan dalam penampilannya ketika membawakan lagu. Contohnya dalam lagu “Bakudanma”, Suis dapat menahan sebentar di tengah-tengah kata di liriknya. N-buna juga mengerti di mana Suis turut andil menumbuhkan dirinya sebagai seniman. Dalam sebuah acara wawancara, n-buna menjelaskan bahwa pertemuan awal dirinya dengan Suis hanyalah sebuah bisnis kecil-kecilan saja agar membantunya mengeksplorasi dunia musik di luar Vocaloid. Sekarang n-buna memandangnya sebagai mitra yang sah dan telah tumbuh melekat pada ekspresi lantunan yang Yorushika bawa ke dalam suaranya. Ia juga mengatakan, Suis membawa empati kejujuran dan fokus emosional ke dalam lagu yang dibawakan oleh vokalnya. Dan dengan ikatan itu, Yorushika telah tumbuh menjadi salah satu kelompok paling populer di Jepang dalam sejarah baru-baru ini.

Potret hubungan yang tumbuh dalam Yorushika

Selain itu, Yorushika selalu menyajikan keberadaan sebuah rasa realisme dan kesederhanaan terhadap apa yang ditulisnya. Apakah itu dari karakteristiknya atau lirik yang terus-menerus berfokus pada kesulitan hubungan, sehingga tidak sulit untuk melihat mengapa remaja akan menemukan begitu mudah untuk menempatkan diri mereka pada posisi karakter yang ia tulis dalam lagu-lagunya. Jika memang dilihat, hampir keseluruhan lagunya bercerita selalu tentang hubungan yang rusak dan mengeksplorasi sifat cinta yang tak berbalas, “Elma” dan “Dakara Boku wa Ongaku wo Yameta” adalah sebuah kisah yang terjalin. Berfokus pada kisah dua protagonis, Amy dan Elma, dan pertumbuhan hubungan mereka setelah bertemu di sebuah kedai kopi sederhana di hari hujan. Dalam arti tertentu, mereka saling bertentangan. Elma adalah wanita muda yang pendiam dan pemalu, tetapi baik dan berpikiran terbuka, pada dasarnya adalah gadis muda yang normal, sementara Amy ramah dan fokus. Dia bermimpi menjadi seorang musisi dan itu adalah kesulitan yang datang dengan mimpi yang ambisius, terus-menerus hidup sendiri dan hanya hidup dengan standar yang minimum.

Tapi mereka membentuk hubungan yang berkembang melalui musik dan akhirnya jatuh cinta satu sama lain karena mereka benar-benar mengubah perspektif satu sama lain tentang kehidupan, hanya untuk bertemu dengan tragedi ketika Amy menjadi sakit parah dan meninggalkan Elma untuk menghabiskan saat-saat terakhir hidupnya sendirian, tidak bisa membuatnya berurusan dengan beban karena melihat seseorang yang dicintainya mati. Hanya menyisakan jejak kertas baginya untuk menemukan barang-barang yang tersisa yang dia miliki sebelum mengambil nyawanya sendiri. Ketika Elma memutuskan untuk menjadi seorang musisi untuk menceritakan kisah pada orang yang dia cintai. Sebuah narasi yang menarik ‘kan?

Karena sementara Elma berfokus pada seorang seniman yang baru saja mendapatkan gairah untuk menulis untuk pertama kalinya, “Dakara Boku wa Ongaku wo Yameta” juga sama-sama berfokus kepada artis yang berada di ujung jalan mereka.

Tokoh perempuan dalam “Dakara Boku wa Ongaku wo Yameta” yang diduga kuat adalah Elma.

Apa yang membuat n-buna unik sebagai seorang seniman adalah bahwa dia cukup peduli tentang apa yang dia lakukan untuk membuat narasi keseluruhan hanya untuk karakter-karakter ini. N-buna bahkan merilis buku harian 50 halaman yang tersedia dengan edisi terbatas yang menceritakan seluruh kisah Elma ini. Ia selalu memiliki perspektif pikirannya yang unik untuk menulis lirik lagu-lagunya sebelum memulai melodi untuk mereka. Ia memandangnya sebagai cara untuk menjebak dirinya dalam sebuah kotak dalam hal apa yang dapat dituliskannya. Mereka tidak melihat musik yang dibuat oleh perusahaan, mereka melihat musik yang dibuat oleh seorang pria dan wanita yang bersemangat tentang apa yang mereka lakukan.

Para pembaca pasti melihat Yorushika dengan seluruh keunikan dan kehebatannya, tentu saja akan ada perusahan label rekaman yang mendatangi dan mereka langsung mengambilnya. Justru sebaliknya, karena mereka menolaknya, maka itulah yang membuat mereka populer.

Dalam naskah buku harian Elma yang tebalnya 50 halaman itu, ada sebuah nama yang disebut, yaitu Henry Darger. Beliau sendiri merupakan seniman dari Amerika Serikat yang terkenal sekitar tahun 1970an. Karyanya yang paling terkenal adalah kisah Gadis-Gadis Vivian, sebuah karya yang berakhir sebanyak lebih kurang 15 ribu halaman. Ceritanya berfokus kepada tujuh gadis muda yang berjuang untuk kebebasan anak-anak di seluruh tempat, yang telah dipaksa menjadi budak oleh orang-orang Glandelin.

Hal yang menarik adalah ia tidak dikenal sebagai sebuah seniman tersohor, melainkan sebagai seorang tukang pembersih dan tukang cuci piring. Ia mempelajari seni secara otodidak dan tidak mengikuti jenis seni yang terjadi kala itu di luar sana. Pekerjaannya sebagai seniman tidak akan diketahui selamanya seketika bila tidak ditemukan karya-karyanya di apartemen miliknya. Ia membuat pekerjaannya secara rahasia dari apartemennya selama waktu luang. Dan tidak seperti banyak seniman, ia tidak pernah mencoba mempublikasikannya. Bahkan menjelang akhir hidupnya, ia memberi tahu pemilik apartemen keseluruhannya agar membuang pekerjaannya alih-alih menerbitkannya.

Di situlah tercermin seorang n-buna yang ingin menjadi seperti Henry Darger. Di mana dalam penciptaan lagu “Dakara Boku wa Ongaku wo Yameta” berasal dari konflik batin dirinya untuk membuat musik di mana ia tidak harus bergantung pada audiens untuk melihat karyanya, melainkan untuk membuat lagu demi membuat sebuah seni. Tetapi dalam sisi lain, ada bagian lain dari dirinya yang secara aktif menentang dirinya sendiri, dengan memutuskan untuk menjadikan musik sebagai mata pencariannya.

Pada akhirnya dalam benak dirinya, dia sampai pada titik untuk memikirkan berhenti dari musik dikarenakan rasa bersalah menggunakan seni untuk mendapat keuntungan.

Cerminan bahwa Yorushika tidak ingin siapapun mengetahui diri mereka sebenarnya, melainkan hanya sebagian saja.

Kini n-buna sudah memiliki pola pikir yang berbeda. Ia tentu saja bersyukur dan terikat pada peluang yang Yorushika berikan padanya. Dan senang bahwa ada seseorang seperti Suis di sekitarnya sebagai mitra yang dapat menyanyikan musiknya dengan emosi yang sebenarnya. Baik n-buna dan Suis sekarang memilih untuk menjaga identitas mereka dari publik sehingga audiens mereka dapat mendengarkan musik mereka tanpa menaruh prasangka akan diri mereka. Bahkan ketika ia ditanya mengapa ia berpikir begitu banyak anak muda menemukan tempat diri mereka dalam karya miliknya, ia melempar pertanyaannya kepada Suis, sebab ia pun sendiri tidak tahu mengapa.

N-buna adalah seorang pria yang mencoba mengorbankan dirinya demi pekerjaannya. Dan karena ia menjaga pola pikirnya, ia juga dapat menghindari menjadi kaki tangan bagi para pendengarnya dan hasilnya adalah lagu dan lirik yang terasa asli dan unik. Bukan sesuatu yang terasa seperti itu dibuat oleh beberapa penulis bersama dibayar jutaan di sebuah studio yang dengan tujuan utama mereka adalah uang bukan seni.

Sumber: https://www.cinra.net/interview/201908-yorushika_nktkk

https://www.youtube.com/watch?v=-BGA4wNTljY

https://en.wikipedia.org/wiki/Yorushika

https://hyperallergic.com/387178/the-sexual-ambiguity-of-henry-dargers-vivian-girls/

http://officialhenrydarger.com/about/

https://docs.google.com/document/d/1v3jewbCoq3mP-7qKevFgUA5WSX795oqW1VDxc3zAm_c/edit (Cerita Harian Elma dan Amy)

https://natalie.mu/music/pp/n-buna

--

--

Haris N
Haris N

Written by Haris N

Seseorang yang gemar berkomentar tentang problematika hidup baik negara maupun pribadi

No responses yet